Kasus penahanan 177 calon jamaah haji asal Indonesia oleh
petugas imigrasi Filipina, memperlihatkan bahwa sistem manajemen haji di
Indonesia masih bermasalah. Adanya peraturan pemerintah terkait pembatasan
kuota ibadah haji, seringkali menjadikan warga Indonesia yang hendak melakukan
ibadah haji lebih tergiur dengan janji-janji dari agen travel negara lain.
Pemanfaatan kuota haji di negara lain menjadi satu-satunya langkah bagi para
calon haji agar dapat melaksanakan haji dengan mudah, di samping semakin
banyaknya peminat warga Indonesia untuk menunaikan ibadah haji.
“Manajemen haji kita masih bermasalah. Selain itu angka
kematian juga belum berkurang signifikan, meskipun sudah ada perbaikan. Menteri
agama menganggap permasalahan tersebut take for granted terkait manajemen haji.
Kasus (pemanfaatan kuota haji, red) tersebut tidak boleh diserahkan kepada
masyarakat, namun pemerintah harus ada solusi dan harus tegas terhadap
travel-travel yang membawa haji,” papar Prof. Din Syamsudin saat ditemui di
ruang transit Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebelum
memberikan talkshow dalam rangkaian Muktamar Nasyiatul Aisyiyah ke XIII pada
Sabtu (27/8).
Seperti yang telah diberitakan di berbagai media, kasus yang
menimpa para calon jamaah haji Indonesia di Filipina yang menggunakan paspor
haji palsu tersebut akan mengancam identitas kewarganegraan Indonesia. Prof.
Din mengatakan lebih lanjut, pemerintah perlu memberikan perlindungan. Praktek
penggunaan paspor negara lain untuk menunaikan ibadah haji sudah sering
terjadi. Minimnya kuota ibadah haji di Indonesia seringkali dilakukan oleh
oknum agen travel yang tidak bertanggung jawab. Sehingga para calon haji yang
menggunakan paspor negara lain menjadi korban penipuan.
“Mereka bukanlah pelaku, hanya saja niat beribadah melalui
berbagai cara dan ternyata malah menjadi korban penipuan. Pemerintah harus
membantu dan kewarganegaraan jangan dicabut. Harus ada tindakan tegas dari
pelaku travel dalam kasus ini. Penipuan ini lebih diatas penipuan. Ini
sekaligus harus jadi pelajaran, karena pemalsuan identitas kewarganegaraan
masih banyak terjadi,” tandasnya.
Prof. Din kembali mengatakan, kasus tersebut harus segera
ditindak serta ditingkatkan kecanggihan fasilitas manajemen haji. Bukan hanya
canggih, namun juga harus memudahkan. “Kepada umat Islam memang harus berniat
menjalankan rukun Islam. Dan Alhamdulillah kemampuan dari umat Islam untuk beribadah
haji meningkat, namun kuota haji terbatas dan ini harus dipahami. Dan
pemerintah juga harus tetap membenahi manajemen haji di negara ini, serta
membatasi orang-orang yang ingin melakukan ibadah haji sampai dua kali atau
lebih, agar orang yang belum menunaikan ibadah haji bisa memiliki kesempatan
untuk melakukannya. Maka dari itu harus berhati-hati dan pemerintah harus
memperketat (manajemen haji, red) supaya tidak ada penipuan lagi,” jelas Prof.
Din.
Post a Comment