Kekuatan ekonomi
Indonesia ternyata ditopang oleh Usaha Mikro. Dari 51 ribu unit usaha, 98
persennya adalah usaha mikro. Sedangkan unit usaha kecil 0,1%, usaha menengah
0,9%, dan usaha besar hanya 0,01%. Meski demikian, keberpihakan terhadap para
pelaku usaha mikro dan kecil masih rendah.
Hal tersebut mengemuka
dalam forum Sidang Pleno III Muktamar Nasyiatul Aisyiyah XIII, di Yogyakarta
(27/8). Ahmad Zabadi, Direktur SMESCO, menyayangkan kurangnya keberpihakan
terhadap para pelaku usaha mikro dan kecil yang kebanyakan menempuh pendidikan
hingga SD dan SMP. Padahal, tambah Zabadi, mereka harus berhadap-hadapan dengan
pelaku usaha di Negara lain dengan tingkat pendidikan lebih tinggi.
Di tingkat dunia, dalam
hal kekuatan daya saing, Indonesia menempati urutan 34. Di tingkat Asean,
Indonesia berada di peringkat ketiga, di bawah Singapura, Malaysia, dan
Thailand. Zabadi menunjukkan bagaimana Thailand menyiapkan daya saing
ekonominya, “Saat ini Thailand telah menyiapkan 100 ribu UKM nya supaya fasih
berbahasa Indonesia dan membuka lembaga bahasa Indonesia, agar penetrasi pasar
Thailad efektif memasuki pasar Indonesia. Zabadi menyebut beberapa factor yang
membuat produk-produk Indonesia menjadi tidak kompetitif di tingkat global,
seperti biaya logistic maupun transportasi yang mencapai 30-40% dari harga yang
dijual sebuah produk.
Selain itu, ia mengajak
Nasyiah untuk mensyiarkan Cinta Produk Anak Negeri, “Kalau kita ingin Usaha
Mikro dan Kecil jadi pemenang di negeri sendiri, pakai produk dalam negeri dan
kreasi anak negeri.” Menurut Zabadi, jika kita membeli produk asing, berarti
kita sedang membantu pelaku usaha asing. Bahwa UMKM juga membutuhkan
keberpihakan kita dengan mencintai produk mereka. Menariknya, menurut Zabadi,
mencintai produk dalam negeri juga bagian dari iman, karena cinta tanah air
bagian dari iman.
Post a Comment