Peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan perang
dalam rangka membela Islam dari kaum kafir Quraisy, sehingga disebut
sebagai jihad fisabilillah. Namun dewasa ini, konteks jihad fisabilillah
dengan berperang banyak disalah tafsirkan, sehingga
memunculkan pemikiran radikal yang memicu aksi terorisme.
Paham radikal yang dimaksud dicontohkan oleh Kapolri Jenderal. Pol.
Drs. H. M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D., seperti ISIS. Tito mennyampaikan
hal tersebut dalam pembukaan Seminar Nasional "Kajian Hukum Terhadap
Revisi UU No.15 Tahun 2003", kerja sama POLRI
dengan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Fakultas
Hukum UMY pada Sabtu (06/08) di Convention Hall Asri Medical Center.
Tito menyampaikan bahwa sesuai informasi yang ia dapat, ISIS bermula
dari kelompok Tauhid wal Jihad di Iraq yang berdiri dalam upaya melawan
Amerika Serikat yang banyak melakukan intervensi di negara Iraq dan
Afghanistan. "Kelompok Tauhid wal Jihad didirikan
oleh Abu Muhammad Magdisi kemudian dilanjutkan oleh Abu Mussaf Zarkawi,
setelah itu dilanjutkan oleh muridnya Abubakar Al Baghdadi yang menjadi
pendiri ISIS," jelas Tito.
ISIS menjadi berbahaya karena paham doktrinnya yakni doktrin takfiri.
Doktrin tersebut dijelaskan Tito diambil dari perang pada masa Nabi
Muhammad yang diterjemahkan pada konteks masa kini. "Sehingga mereka
(para penganut doktrin takfiri-red.), mengkafirkan
orang-orang yang menyerang mereka dan harus dibunuh. Bahkan muslim pun
yang bukan termasuk dalam kelompok mereka, mereka anggap musuh, dan
boleh dibunuh," ujar Tito.
Selain itu, Tito menambahkan, jaringan radikal seperti ISIS, NII,
Jama'ah Islamiyah dan lain-lain, memiliki pemahaman mati untuk jihad
akan membawa mereka menuju surga. "Padahal sebenarnya bisa kalau para
teroris itu menaruh bom di dalam tas, lalu tasnya
ditinggalkan saja di toilet. Tapi pada kasus pemboman Kantor Polisi
Cirebon, tersangka malah menaruh bom di tas pinggang mereka. Kenapa?
Karena paham mereka jika mereka mati, mereka akan langsung masuk surga
dan bertemu Tuhan. Pemahaman mereka itulah problem
kita," tegas Tito.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, M.
Hum menyampaikan bahwa praktik terorisme di negeri ini dapat dipaparkan
ke dalam 3 kluster. "Pertama, terorisme oleh negara yang berlangsung di
rezim orde baru. Beberapa tragedi kemanusiaan
yang menyertai kasus perampokan kantor pemerintah, penembakan kasir
kantor negara, pembunuhan dan lain-lain. Dalam kluster ini menegaskan
fakta terdapatnya teror oleh negara atau state terorism," terang Busyro.
Kluster terorisme kedua, Busyro menambahkan, radikalisme dan
terorisme berlatar belakang ketidakadilan ekonomi dan konflik sumber
daya alam di kawasan tambang di NTB, Sumatera, Papua, Aceh, dan Jawa.
"Sedangkan kluster ketiga ialah Radikalisme berbasis ideologis-teologis
akibat sektarianisme dan eksklusivisme beragam yang isolatif dan anti
dialog dalam kemajemukan,"tutur Busyro.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment