Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan
Perdana Global Peace Foundation (PGPF) Malaysia, kembali akan menyelenggarakan
Mahathir Global Peace School (MGPS). Pada MGPS kelima yang akan diselenggarakan
pada 25 November hingga 5 Desember 2015 kali ini, akan berbeda dengan MGPS
sebelumnya. Jika pada MGPS sebelumnya hanya melibatkan mahasiswa atau peneliti,
maka pada MGPS kelima ini partisipan yang dilibatkan akan lebih beragam karena
berasal dari berbagai unsur kalangan, seperti institusi, pemerintahan,
mahasiswa dan dosen, aktivis, jurnalis, peneliti, maupun NGO-NGO yang bergerak
dan concern di bidang perdamaian dan resolusi konflik.Sri Atmaja P. Rosyidi,
ST., MSc.Eng., Ph.D., PE selaku penanggungjawab MGPS menjelaskan hal tersebut
saat ditemui di ruangannya pada Kamis (27/10). Menurutnya, MGPS kali ini memang
melibatkan lebih banyak unsur partisipan. Hal tersebut dilakukan sebagai
langkah agar masyarakat umum mengetahui isu perdamaian dunia. "Awalnya
MGPS ini memang dibuat sebagai sekolah singkat (short course) yang bertujuan
untuk mengkaji kajian perdamaian. Karena itu target awal pesertanya adalah
mahasiswa tingkat akhir dari berbagai jurusan, mahasiswa pascasarjana atau
peneliti. Namun kemudian menurut kami, jika kajian perdamaian hanya dilakukan
dari kalangan kampus atau akademisi saja, maka isu tentang perdamaian dunia,
penyelesaian konflik dan dialog antar agama hanya akan memliki lingkup yang
kecil, hanya terbatas di kampus. Dan misi untuk mewujudkan perdamaian dunia ini
tentunya belum tersampaikan kepada masyarakat. Untuk itulah kami menambah
partisipan dari unsur-unsur lain tersebut," jelas Sri Atmaja.Sri juga
menyampaikan bahwa MGPS kelima ini memang dibuat berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya. "Kami juga ingin melibatkan banyak institusi, baik swasta
maupun pemerintahan yang punya concern terhadap perdamaian, resolusi konflik
dan dialog antar agama. Tujuannya tidak lain agar kami bisa saling
berkolaborasi untuk menyatukan pemikiran tentang perdamaian ini. Selain itu,
kami harapkan pula institusi-institusi tersebut ketika mencetak produknya, bisa
bersinergi mencetak generasi-generasi yang lebih baik. Generasi yang memahami
Global Peace secara nyata dan bisa menghadapi masalah heterogenitas yang ada
pada bangsa ini," ujarnya.Meski menurutnya, hasil dari kegiatan seperti
MGPS tersebut tidak bisa dipanen dalam waktu sekarang, tapi setidaknya pihaknya
bisa ikut menciptakan sebuah generasi masa akan datang. "Generasi yang
memahami bahwa peace atau perdamaian itu mungkin untuk diwujudkan. Generasi
yang memahami bahwa perang bukan resolusi konflik yang utama. Meskipun hidup di
negara yang tingkat heterogenitasnya tinggi, kita bisa mengembangkan budaya
untuk bertoleransi, menjaga perdamaian misalnya. Konflik sangat mungkin terjadi
dan bahkan tidak bisa dicegah. Tapi yang terpenting kita tahu membuat resolusi
konfliknya,”ujarnya. Melalui MGPS itu pula, menurut Sri, akan banyak dampak
positif yang bisa didapatkan oleh peserta. Salah satunya menciptakan generasi
yang mempunyai pemahaman tentang kajian perdamaian. “Dari pelaksanaan MGPS
sebelumnya, peserta MGPS ada beberapa dari mereka yang aktif di NGO yang
concern pada perdamaian. Kemudian untuk peserta mahasiswa kita harapkan dia
mempunyai pemikiran dan pemahaman tentang Global Peace dan menerapkannya ketika
sudah selesai menempuh pendidikan dan kembali ke masyarakat,”ungkapnya. Selain
itu, MGPS kelima ini juga mengusung tema "Peace and Inter-religious
Dialogue in Worldwide Education", yakni menjadikan perdamaian dan dialog
antar-agama menjadi satu kesatuan dalam pendidikan formal maupun informal. Tema
tersebut diusung juga agar MGPS mempunyai concern yang kuat dalam perdamaian
dan dialog antar agama atau toleransi. “MGPS mempunyai seri yang berbeda-beda
setiap tahunnya. Untuk MGPS tahun ini akan ada beberapa hal yang dibahas.
Pertama, berbicara tentang perdamaian secara umum, kemudian ada resolusi
konflik. Yang kedua, kami berbicara tentang migrasi, satu isu yang cukup
penting di dunia. Seperti yang terjadi di Suriah, penduduknya melakukan migrasi
besar-besaran ke Eropa karena perang. Kemudian kami juga akan menekankan
tentang dialog antar-agama /interfaith dialogue, dan yang terakhir kami akan
bicara tentang etika,” tambahnya. MGPS kelima ini juga menurut Sri, adalah
putaran terakhir dari satu round. Namun menurutnya tidak menutup kemungkinan
akan ada putaran kedua dari MGPS ini. “MGPS membawa misi. Misi ini dinyatakan
dalam tema-tema. Ini adalah tema yang kelima dalam satu putaran. Hal ini tidak
menutup kemungkinan kami akan membuat kegiatan yang sama untuk putaran
selanjutnya. Mungkin kami akan kembangkan ke format kegiatan yang lain karena
intinya adalah inovasi, agar masyarakat umum dapat berpartisipasi dalam
kegiatan semacam ini meskipun saat ini keterwakilannya terbatas. Kami
sebenarnya juga berharap agar daerah-daerah juga ikut berpartisipasi mewujudkan
perdamaian, dengan cara menyediakan satu unit bagian yang mengkaji potensi
daerahnya terkait hubungan masyarakat, sosial, antropologi, dan sebagainya.
Dari situ kita akan mengetahui potensi konflik yang ada di daerah tersebut,
sehingga dapat dibuat resolusi konfliknya. Agar masyarakat juga tahu bahwa
peace atau perdamaian adalah satu bagian yang harus diwujudkan,”tambahnya. Meskipun
begitu menurut Sri, kerjasama UMY-PGPF akan tetap berlanjut kedepannya. Hal ini
karena UMY-PGPF memiliki kesamaan visi dalam perdamaian. ” Visi kami sama
dengan PGPF. Meskipun di dua negara yang berbeda, tapi gerakan kami sama. Dalam
hal ini, Muhammadiyah juga aktif dalam perdamaian. Yang menjadi kesamaan kami yaitu
dalam agama Islam, terdapat anjuran untuk menciptakan perdamaian. Selain itu,
juga semangat dalam bernegara untuk aktif dalam perdamaian dunia yang terdapat
pada pembukaan UUD 45. Bagi UMY, kegiatan MGPS ini juga menjadi salah satu
media kami untuk berkontribusi secara nyata dalam isu perdamaian dunia,”
paparnya. Dalam penutupnya, Sri berharap nantinya pemikiran-pemikiran hasil
dari MGPS ini dapat dibukukan dan menjadi kurikulum untuk dapat digunakan
masyarakat umum. “Kami harap muncul pemikiran-pemikiran yang bisa kami
monumenkan dalam bentuk buku. Buku ini bisa dibawa oleh alumni, peneliti dan
institusi. Selanjutnya kita akan kampanyekan buku ini untuk dikembangkan juga
menjadi kurikulum mengenai peace atau perdamaian dan resolusi konflik sehingga masyarakat
luas dan dunia bisa mengambil manfaatnya,”ungkap Sri.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment