Konflik antara hubungan
islam dan buddha yang sedang terjadi di kawasan asia tenggara akhir-akhir ini,
perlu diselesaikan melalui dialog antaragama. Seperti yang dijelaskan oleh
imtiyaz yusuf, ph. D., saat memberikan penjelasan kepada peserta mahathir
global peace school (mgps) ke-5 di gedung ar fachruddin a lantai 5 kampus
terpadu umy,jum’at (2/12). Yusuf mengatakan bahwa dialog antar
dan intra-agama bisa membantu menyelesaikan kesalahpahaman antaragama yang
menimbulkan konflik, hingga peperangan. Dalam membangun dialog itu juga perlu
menyelaraskan hak asasi manusia dengan jalan demokrasi sebagai
jembatannya.“dalam membangun masa depan yang positif di asean, diperlukan
hubungan yang baik antara agama buddha dan islam. Kedua agama itu merupakan
agama dengan jumlah penganut terbesar di asean. Dengan membangun hubungan yang
baik itu, kita bisa membantu mengatasi ketegangan antaragama
seperti yang saat ini terjadi di myanmar dengan rohingya, di sri lanka,
thailand, atau dimana pun dengan dengan dialog antar dan intra agama. Di
samping itu juga diperlukan menyamaratakan hak setiap etnis dalam beragama,”
ujar asisten profesor dan direktur the international centre for buddhist-muslim
understanding, college of religious studies, mahidol university tersebut. Yusuf
mengatakan lebih lanjut, agama memainkan peran ganda dalam sejarah yang
dapat menjadi sumber nilai dan hukum. “di banyak negara, jaminan konstitusional
kebebasan dalam beragama banyak yang menentang. Seperti yang terjadi di myanmar
dan sri lanka, penentangan tersebut datang dari mayoritas buddha. Mereka
mempromosikan agama yang mayoritarianisme. Dalam mengatasinya itu perlu
pendekatan dari sejarah masa lalu di tingkat keagamaan yang mampu hidup
berdampingan, serta kemauan politik yang kuat di kedua sisi. Saat ini agama
banyak digunakan oleh politisi sebagai tujuan politik,” paparnya. Mengutip
teolog katolik liberal hans kung, yusuf mengatakan bahwa tidak akan ada
perdamaian di antara bangsa-bangsa tanpa perdamaian antaragama. “perdamaian
akan menjadi nyata dan pemulihan hubungan yang berkonflik bisa terwujud, jika
hal itu dibawa dengan kesadaran masyarakat yang didukung oleh kemauan politik
dan tekad untuk mengakhiri konflik. Selain itu juga dengan melibatkan
pembahasan tidak merusak iman maupun tradisi keagamaan dalam dialog antaragama.
Melainkan akan memberikan kesempatan bagi kita untuk menggali lebih jauh ke
dalam kebijaksanaan tradisi agama yang kita anut,” ungkapnya. “dialog antar dan
intra agama merupakan sarana penting untuk membangun pemahaman antaragama.
Dialog keagamaan ini harus menjadi kegiatan yang permanen sehingga konflik bisa
diredamkan sebelum terjadi kekerasan. Dialog juga mampu membangun kembali
rekonsiliasi (perpecahan, red) dan perdamaian. Sehingga konflik akan
terselesaikan jika dialog antaragama dilakukan,” paparnya.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment